Sebuah Persimpangan, Antara Janji Suci dan Ego Diri

Oleh: Kaka Dens Kuswandi



Di balik cermin berbingkai permata,  

Terdapat bayang yang enggan bicara, Wanita sempurna, begitulah mereka menyebutnya.

Namun relalita tak seindah yang mereka kira, hatinya dililit sepi, jiwanya dibalut luka.  

Senyumnya, cermin retak yang memantulkan kepalsuan. Remuk secara diam, pecah tanpa suara.

Kilau cahaya di matanya, sirna tergenang oleh lautan duka, yang tersisa hanyalah hamparan kehampaan.

Jiwanya bagai rumah tak berpenghuni, yang hanya di hiasi tirai-tirai sunyi. Tak ada lagi cahaya pelita, dan tak ada lagi lentera cinta.


Sampai suatu ketika, datanglah ia, di sela deru kehidupan,  Seorang "ksatria" dengan senyum yang mampu memecah kesunyian,  

Bagai fajar yang menyingkap selimut malam, Bak mentari mencairkan kalbu yang lama membeku.

Di matanya, dunia terpantul dalam sejuta warna, bagai pelangi yang tak pernah pudar. Wangi harum semesta tercium dari kedalaman tatapnya, membuai hati dalam keajaiban.


Namun, logika datang dengan langkah terukur, bagai seorang penjaga malam yang menghitung setiap detak jarum jam dengan seksama.
Logika berbicara tentang angka, alasan, dan kenyataan yang tak boleh tergoyahkan oleh getaran hasrat jiwa.

Hati merindukan kebebasan untuk terbang tanpa beban, merasakan setiap denyut hidup dengan seluruh keberanian yang dimilikinya. 

Ia ingin mengikuti jejak langkah mimpi yang melayang tinggi, tanpa peduli pada batas-batas yang mengelilingi dirinya.

Sementara logika, dengan cengkeraman yang erat, menariknya kembali ke dunia nyata yang penuh batas.

"Kini iya ada di sebuah persimpangan... Antara  Janji Suci dan Ego Diri."


Dan dengan luka yang mengoyak relung jiwa, ia akhirnya memilih untuk melangkah pergi. Meski ia sadar, langkah ini hanya akan menambah serpihan kehancuran di hatinya yang telah rapuh.

Demi mahkota keibuannya, iya kembali duduk di singgasananya, di ikat rantai kesakralan yang mengekang seluruh raga nya.

Meski waktu membawanya untuk terus melangkah, Bayang nya masih menggema di setiap hela nafas.

Baginya, kesempurnaan hanyalah tirai belaka,  Di baliknya, ada jiwa yang terus meratapi perihnya cinta.


Ia adalah perempuan yang mampu merelakan, perempuan yang berani memilih, meski pilihan itu menggores lebih dalam. Sebab di balik setiap luka, ia menyimpan cahaya; di balik setiap pengorbanan, ia mencipta harapan. 

Dan meski perjalanannya tertatih di antara keping-keping mimpi yang berserak, ia tetaplah ratu di kerajaannya sendiri—memegang mahkota keibuannya dengan anggun, tak tergoyahkan oleh badai yang menghadang. Di akhir semua ini, ia tak sekadar bertahan, ia tumbuh, menjelma menjadi sosok yang lebih kuat, lebih bijak, dan lebih tahu akan arti cinta yang sesungguhnya.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keunikan Buah Marasi - Dengan Segala Keajaibannya

Bunga yang Mekar di Tengah Reruntuhan

Dalam Pusaran Ego